Pada masa peralihan
musim, tanah longsor kembali melanda sejumlah daerah. Dengan mengenali kondisi
tanah , bencana ini sesungguhnya dapat
diantisipasi. Jika lonsor takterhindarkan, rehabilitasi dapat segera dilakukan
dengan sejumlah teknik.
Diliputi kawasan
perbukitan dan jajaran gunung api aktif yang terpicu desakan lempeng tektonik,
80% persen wilayah Indonesia rawan longsor. Menurut data Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, ada 918 lokasi rawan longsor di Indonesia, terbanyak di
Jawa Tengah (327 lokasi), Jawa Barat (276 lokasi) dengan kerugian setiap tahun akibat bencana
ini adalah sebesar Rp.800 miliar dan sejuta penduduk terancam.
Longsor terjadi karena
beberapa factor, antara lain struktur tanah yang lapuk akibat iklim tropis yang
terik dan banyak hujan, batuan endapan gunung api dan sedimen campuran antara
kerikil, pasir dan lempung, umumnya mudah lapuk dan rentan longsor bila berada
di lereng terjal. Kepadatan juga meningkatkan beban lingkungan kawasan
perbukitan.
Pada
lereng yang gundul, paparan panas matahari akan membuat tanah kehilangan
kelembaman hingga muncul pori-pori dan retakan atau rekahan tanah. Ketika hujan
air akan menyusupi retakan itu. Tanah longsor biasanya terjadi pada masa peralihan musim karena hujan dengan curah
yang sangat tinggi mengguyur dalam waktu singkat. Intensitas hujan yang sangat
tinggi membuat kandungan air tanah cepat jenuh. Dampaknya terjadi longsor di
daerah lereng. Air yang terakumulasi di dasar lereng menambah bobot tanah. Jika
air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang
gelincir, tanah menjadi licin dan tanah lapuk diatasnya akan bergerak keluar
lereng.
Pencegahan
Bencana
itu dapat dicegah dengan menjaga pepohonan di lereng. Tumbuhan akan menyerap
air dan akarnya mengikat tanah. Tanah gundul di lereng harus dihijaukan. Lereng
terjal yang berpotensi longsor sebaiknya dihindari dengan tidak membangun rumah
di kaki lereng. Tebing terjal dekat jalan dan pemukiman sebaiknya dilandaikan
untuk mencegah runtuh. Permukaannya
dipadatkan sesuai dengan kondisi tanah dan ditutupi tumbuhan yang
sesuai.
Kestabilan
lereng bisa tercapai bila modifikasi geometri lereng dipadukan dengan perkuatan
vegetative. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti Universitas
Padjajaran diketahui sistem stabilisasi lereng tercapai dengan pengurangan
kemiringan lereng sebesar 5 persen disertai penanaman campuran tanaman tahunan
misalnya durian, kenari, rambutan dan jengkol dengan kerapatan 200-400 pohon
per hektar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon daftarkan diri anda: