15 April 2013

Longsor


Pada masa peralihan musim, tanah longsor kembali melanda sejumlah daerah. Dengan mengenali kondisi tanah , bencana ini sesungguhnya  dapat diantisipasi. Jika lonsor takterhindarkan, rehabilitasi dapat segera dilakukan dengan sejumlah teknik. 

Diliputi kawasan perbukitan dan jajaran gunung api aktif yang terpicu desakan lempeng tektonik, 80% persen wilayah Indonesia rawan longsor. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, ada 918 lokasi rawan longsor di Indonesia, terbanyak di Jawa Tengah (327 lokasi), Jawa Barat (276 lokasi)  dengan kerugian setiap tahun akibat bencana ini adalah sebesar Rp.800 miliar dan sejuta penduduk terancam.
Longsor terjadi karena beberapa factor, antara lain struktur tanah yang lapuk akibat iklim tropis yang terik dan banyak hujan, batuan endapan gunung api dan sedimen campuran antara kerikil, pasir dan lempung, umumnya mudah lapuk dan rentan longsor bila berada di lereng terjal. Kepadatan juga meningkatkan beban lingkungan kawasan perbukitan.

Pada lereng yang gundul, paparan panas matahari akan membuat tanah kehilangan kelembaman hingga muncul pori-pori dan retakan atau rekahan tanah. Ketika hujan air akan menyusupi retakan itu. Tanah longsor biasanya terjadi pada masa  peralihan musim karena hujan dengan curah yang sangat tinggi mengguyur dalam waktu singkat. Intensitas hujan yang sangat tinggi membuat kandungan air tanah cepat jenuh. Dampaknya terjadi longsor di daerah lereng. Air yang terakumulasi di dasar lereng menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, tanah menjadi licin dan tanah lapuk diatasnya akan bergerak keluar lereng.

Pencegahan
Bencana itu dapat dicegah dengan menjaga pepohonan di lereng. Tumbuhan akan menyerap air dan akarnya mengikat tanah. Tanah gundul di lereng harus dihijaukan. Lereng terjal yang berpotensi longsor sebaiknya dihindari dengan tidak membangun rumah di kaki lereng. Tebing terjal dekat jalan dan pemukiman sebaiknya dilandaikan untuk mencegah runtuh. Permukaannya  dipadatkan sesuai dengan kondisi tanah dan ditutupi tumbuhan yang sesuai.
Kestabilan lereng bisa tercapai bila modifikasi geometri lereng dipadukan dengan perkuatan vegetative. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti Universitas Padjajaran diketahui sistem stabilisasi lereng tercapai dengan pengurangan kemiringan lereng sebesar 5 persen disertai penanaman campuran tanaman tahunan misalnya durian, kenari, rambutan dan jengkol dengan kerapatan 200-400 pohon per hektar.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon daftarkan diri anda:

Pulau Seram, Maluku